Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), selain kaya potensi wisata alam, juga memiliki potensi wisata kuliner maupun seni dan budaya.
Berwisata ke Pulau Lombok, tidak hanya akan membawa kenangan indah, seindah alam maupun seni budayanya, tetapi juga bisa membawa cinderamata nan cantik, yakni tenun khas Lombok.
Tenun khas Lombok sekilas hampir sama dengan kain tenun pada umumnya, berwarna-warni dan memiliki corak beraneka ragam. Tapi, jika dicermati ada yang unik dari kain tersebut.
Keunikan itu tidak hanya dari cara pembuatannya yang masih menggunakan alat tenun bukan mesin (ATBM), namun juga corak kain yang menggambarkan seni budaya khas suku Sasak, yakni rumah Sasak.
Arsitektur rumah Sasak sangat khas, karena seperti halnya rumah panggung dan bagian atapnya menyerupai gunungan. Gambar gunungan itulah yang cukup menonjol dalam setiap corak kain tenun dari Lombok.
Liburan
Sejumlah perajin tenun di Praya, Lombok Tengah, mengatakan, penjualan kain khas Lombok biasanya meningkat ketika musim liburan sekolah. Sebab, pada masa itu biasanya banyak wisatawan datang membeli kain tenun khas Lombok untuk cinderamata.
Karena itu, mereka mengakui, usaha tenun ikat dan songket di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, kini mengalami kelesuan. Para perajin berharap bisa meraih peningkatan rejeki saat liburan sekolah Juni-Juli 2009.
"Sekarang bisa memperoleh omset penjualan Rp1 juta sehari saja sudah bagus, padahal sebelumnya bisa Rp2 - Rp3 juta. Kami berharap liburan nanti kembali ramai," kata Hajah Robiah, perajin tenun songket di Lombok Tengah.
Saat menerima rombongan "fam trip" Garuda Indonesia dari Bali di tempat usahanya di Sukarare, Lombok Tengah, diakui bahwa harga aneka jenis tenun ikat maupun songket cukup mahal, misalnya taplak meja besar Rp200 ribu, sarung Rp250 ribu, penutup tempat tidur ukuran sedang Rp600 ribu.
"Mungkin dalam situasi krisis ini wisatawan banyak berhemat. Jarang yang memberi produk dengan harga tinggi. Paling beli yang murah-murah seperti kopiah Rp20 ribu dan taplak kecil Rp50 ribu per lembar," katanya.
Robiah berharap saat liburan sekolah nanti akan banyak wisatawan domestik maupun asing yang datang dan belanjanya lebih besar lagi dibadingkan sekarang. Meski tamu sepi dan omset penjualan merosot, namun di lokasi tersebut sedikitnya masih ada sekitar 50 perajin tenun dan produk lainnya.
GM Garuda Indonesia Denpasar Bagus Y Siregar, berharap dengan dibukanya jalur penerbangan Garuda, Denpasar-Mataram, akan mampu mendongkrak kunjungan wisatawan untuk kedua daerah.
"Kami harapkan terjadinya lonjakan wisatawan dari Lombok ke Bali atau
Berwisata ke Pulau Lombok, tidak hanya akan membawa kenangan indah, seindah alam maupun seni budayanya, tetapi juga bisa membawa cinderamata nan cantik, yakni tenun khas Lombok.
Tenun khas Lombok sekilas hampir sama dengan kain tenun pada umumnya, berwarna-warni dan memiliki corak beraneka ragam. Tapi, jika dicermati ada yang unik dari kain tersebut.
Keunikan itu tidak hanya dari cara pembuatannya yang masih menggunakan alat tenun bukan mesin (ATBM), namun juga corak kain yang menggambarkan seni budaya khas suku Sasak, yakni rumah Sasak.
Arsitektur rumah Sasak sangat khas, karena seperti halnya rumah panggung dan bagian atapnya menyerupai gunungan. Gambar gunungan itulah yang cukup menonjol dalam setiap corak kain tenun dari Lombok.
Liburan
Sejumlah perajin tenun di Praya, Lombok Tengah, mengatakan, penjualan kain khas Lombok biasanya meningkat ketika musim liburan sekolah. Sebab, pada masa itu biasanya banyak wisatawan datang membeli kain tenun khas Lombok untuk cinderamata.
Karena itu, mereka mengakui, usaha tenun ikat dan songket di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, kini mengalami kelesuan. Para perajin berharap bisa meraih peningkatan rejeki saat liburan sekolah Juni-Juli 2009.
"Sekarang bisa memperoleh omset penjualan Rp1 juta sehari saja sudah bagus, padahal sebelumnya bisa Rp2 - Rp3 juta. Kami berharap liburan nanti kembali ramai," kata Hajah Robiah, perajin tenun songket di Lombok Tengah.
Saat menerima rombongan "fam trip" Garuda Indonesia dari Bali di tempat usahanya di Sukarare, Lombok Tengah, diakui bahwa harga aneka jenis tenun ikat maupun songket cukup mahal, misalnya taplak meja besar Rp200 ribu, sarung Rp250 ribu, penutup tempat tidur ukuran sedang Rp600 ribu.
"Mungkin dalam situasi krisis ini wisatawan banyak berhemat. Jarang yang memberi produk dengan harga tinggi. Paling beli yang murah-murah seperti kopiah Rp20 ribu dan taplak kecil Rp50 ribu per lembar," katanya.
Robiah berharap saat liburan sekolah nanti akan banyak wisatawan domestik maupun asing yang datang dan belanjanya lebih besar lagi dibadingkan sekarang. Meski tamu sepi dan omset penjualan merosot, namun di lokasi tersebut sedikitnya masih ada sekitar 50 perajin tenun dan produk lainnya.
GM Garuda Indonesia Denpasar Bagus Y Siregar, berharap dengan dibukanya jalur penerbangan Garuda, Denpasar-Mataram, akan mampu mendongkrak kunjungan wisatawan untuk kedua daerah.
"Kami harapkan terjadinya lonjakan wisatawan dari Lombok ke Bali atau
sebaliknya," ucapnya. Penerbangan Denpasar-Mataram menerapkan tarif promo Rp245 ribu hingga 14 April, dan selanjutnya minimal Rp300 ribu per orang sesuai kondisi pasar penumpang.(*)